]]>

Tuesday, July 19, 2005 

Inspirasi dari Mahaguru Emha

Seekor anak kucing sedang berjalan di tepi parit tiba-tiba terjatuh dan masuk ke dalam parit yang digenangi air kotor hitam berlumpur.

Kita tidak bisa hanya berdiri sambil menunjuk pada anak kucing itu sambil berkata , "Hai anak kucing jangan kamu masuk ke dalam parit yang kotor itu. Ayo cepatlah keluar dari parit itu."

Dan tiba-tiba suara Emha habis dan diganti oleh suara seorang penyiar radio yang mengumandangkan iklan Ceramah Emha tersebut.

Kira-kira apa lanjutan dari cerita Emha tadi ?

Kadang kita menjadi penyeru anak kucing dan kadang kita yang menjadi anak kucing.
Bahkan kita mungkin kadang menjadi parit yang memproduksi air kotor hitam berlumpur.
Yang kita perlukan sekarang adalah menyadarinya.
(Ini adalah lanjutan kisah di atas versi aku).

Maaf Mahaguru Emha, ceritamu aku rusak. Semoga engkau tertawa, setidaknya tersenyum bila membaca lanjutan kisahmu versi aku.


 

Tidak Mudah Menilai Isi

Seorang wanita yang mengenakan gaun pudar menggandeng suaminya yangberpakaian sederhana dan usang, turun dari kereta api di Boston, danberjalan dengan malu-malu menuju kantor Pimpinan Harvard University.Mereka meminta janji.

Sang sekretaris Universitas langsung mendapat kesan bahwa merekaadalah orang kampung, udik, sehingga tidak mungkin ada urusan diHarvard dan bahkan mungkin tidak pantas berada di Cambridge."Kami ingin bertemu Pimpinan Harvard", kata sang pria lembut."Beliau hari ini sibuk," sahut sang Sekretaris cepat."Kami akan menunggu," jawab sang Wanita.Selama 4 jam sekretaris itu mengabaikan mereka, dengan harapan bahwapasangan tersebut akhirnya akan patah semangat dan pergi. Tetapinyatanya tidak.

Sang sekretaris mulai frustrasi, dan akhirnya memutuskan untuk melaporkan kepada sang pemimpinnya."Mungkin jika Anda menemui mereka selama beberapa menit, mereka akanpergi," katanya pada sang Pimpinan Harvard.Sang pimpinan menghela nafas dengan geram dan mengangguk. Orang sepenting dia pasti tidak punya waktu untuk mereka. Dan ketika diamelihat dua orang yang mengenakan baju pudar dan pakaian usang diluar kantornya, rasa tidak senangnya sudah muncul. Sang PemimpinHarvard, dengan wajah galak menuju pasangan tersebut.

Sang wanita berkata padanya, "Kami memiliki seorang putra yang kuliah tahunpertama di Harvard. Dia sangat menyukai Harvard dan bahagia di sini.Tetapi setahun yang lalu, dia meninggal karena kecelakaan. Kamiingin mendirikan peringatan untuknya, di suatu tempat di kampus ini, bolehkan?" tanyanya, dengan mata yang menjeritkan harap.

Sang Pemimpin Harvard tidak tersentuh, wajahnya bahkan memerah. Diatampak terkejut. "Nyonya," katanya dengan kasar, "Kita tidak bisamendirikan tugu untuk setiap orang yang masuk Harvard danmeninggal. Kalau kita lakukan itu, tempat ini sudah akan seperti kuburan."

"Oh, bukan," Sang wanita menjelaskan dengan cepat, "Kami tidak inginmendirikan tugu peringatan. Kami ingin memberikan sebuah gedung untuk Harvard."Sang Pemimpin Harvard memutar matanya. Dia menatap sekilas pada baju pudar dan pakaian usang yang mereka kenakan dan berteriak, "Sebuah gedung?! Apakah kalian tahu berapa harga sebuah gedung ?! Kamimemiliki lebih dari 7,5 juta dolar hanya untuk bangunan fisikHarvard."

Untuk beberapa saat sang wanita terdiam. Sang Pemimpin Harvard senang. Mungkin dia bisa terbebas dari mereka sekarang. Sang wanita menoleh pada suaminya dan berkata pelan, "Kalau hanya sebesar itubiaya untuk memulai sebuah universitas, mengapa tidak kita buatsendiri saja?" Suaminya mengangguk. Wajah sang Pemimpin Harvard menampakkan kebingungan.

Mr. dan Mrs. Leland Stanford bangkit dan berjalan pergi, melakukan perjalanan ke Palo Alto, California, di sana mereka mendirikansebuah Universitas yang menyandang nama mereka, sebuah peringatan untuk seorang anak yang tidak lagi diperdulikan oleh Harvard.Universitas tersebut adalah Stanford University, salah satu universitas favorit kelas atas di AS.Kita, seperti pimpinan Hardvard itu, acap silau oleh baju, danlalai. Padahal, baju hanya bungkus, apa yang disembunyikannya,kadang sangat tak ternilai. Jadi, janganlah kita selalu abai, karena baju-baju, acap menipu


Thursday, July 07, 2005 

Sisi Manusiawi

Menjadi manusia ? Pertanyaan yang aneh. Memangnya apa yang kurang dari diri kita ? Bukankah semua orang mempunyai pendapat yang sama, kita adalah manusia!

Sebenarnya di mana pemilahan sifat manusia dengan sifat kebinatangan kita ? Seandainya manusia tanpa manifestasi fisik, sifat apa yang masih melekat ?

So... apakah kita siap seandainya kita ada hanya dengan sisi manusiawi saja ?