]]>

« Home | Belajar dari Mohandas Karamchand Gandhi » | Obat Kuat di Bulan Ramadhan » | Turut Berduka Cita » | Mohon Maaf Lahir Batin » | Marhaban ya Ramadhan (nelangsa) » | Belajar dari Syaikh Nazim » | Mencari Sesuatu yang Baru » | Agustus dan The Dance » | Mencari Makna » | Satu Bulan Penuh Warna »

Tuesday, October 18, 2005

Mengapa Kita Hanya Pandai Dalam Logika?

http://www.indomedia.com/bpost/102005/19/opini/opini1.htm
Mengapa Kita Hanya Pandai Dalam Logika?
Oleh: Pribakti B

Pernah mendengar cerita katak Kalimantan yang menyeberangi Sungai Barito?Jika belum, cerita yang disampaikan Zaim Uchrowi dalam tulisannya di harianRepublika (4/Jan/02), layak untuk disimak. Dalam cerita itu, seorang gilabertemu seorang profesor. Keduanya berbincang tentang katak, yakni katakKalimantan yang mampu melompat sejauh 50 sentimeter.

"Berapa lompatan yangdiperlukan katak Kalimantan itu untuk sampai ke seberang Sungai Barito?"tanya si gila. Sedangkan lebar Sungai Barito adalah 1.250 meter.Dengan cepat, profesor itu menjawab: "2.500 lompatan. Menghitungnya sangatmudah. Jika katak itu dapat melompat setengah meter, maka jumlah lompatanyang diperlukan adalah dua kali jarak dalam satu meter." Orang gila itu punterkekeh-kekeh mendengar jawaban profesor. Yang diperlukan katak itu untuksampai ke seberang , hanya dua lompatan, katanya. Pertama adalah melompat keair. Setelah itu katak akan berenang. Sampai di ujung, katak baru akanmelompat lagi ke darat.

Saya, Anda dan pemimpin kita semua bisa seperti profesor itu. Pandai dalamlogika, namun dungu terhadap realita. Dengan logika, kita merasa mampumenjawab segalanya. Dengan logika pula, kita percaya dapat memecahkanseluruh masalah. Apalagi bila kita merasa tak cuma logika namun hafal diluar kepala berbagai teori yang disebut buku-buku teks dan memiliki segudangpengalaman. Jujur saja, bangsa ini sekarang adalah produk cara berpikir gayaprofesor itu. Perancang pembangunan kita sangat percaya pada logika,penguasaan teori dan pengalamannya sendiri. Itulah kebenaran menurut mereka.Mereka memaksa bangsa ini menerima 'kebenaran' itu.

"Kalau enggak kuat beligas, ya pakai minyak tanah aja. Kalau enggak kuat beli minyak tanah, pakaikayu bakar aja. Beres kan? Bersama Kita Bisa (Menderita)!" kata mereka. Lalu persoalan apa yang tidak dapat diatasi dengan logika?


E-mail this post



Remenber me (?)



All personal information that you provide here will be governed by the Privacy Policy of Blogger.com. More...

Add a comment